Pola Asuh Anak Berbeda: Tergantung Baterainya!

Dok. Youtube: Mom's Corner by Nikita Willy

Kali ini yang menjadi narasumber Mom’s Corner adalah dr. Aisah Dahlan, seorang praktisi neuro parenting skill. Beliau sering menjadi pembicara di acara-acara yang mengulas tentang psikologi orang tua dan anak, suami istri, hingga masalah narkoba.

 

Pada Nikita, dr. Aisah mengemukakan 5 baterai untuk mengatasi tantrum pada anak. Baterai-baterai tersebut merupakan love language atau bahasa cinta yang akhir-akhir ini kerap didengung-dengungkan di media sosial, yaitu:

1. Physical Touch, yaitu sentuhan fisik seperti memeluk, merangkul, mencium, membelai dan sejenisnya.

2. Word of Affirmation, yakni ucapan yang memotivasi seperti pujian.

3. Gift alias pemberian hadiah.

4. Act of Service, yaitu perbuatan melayani anak.

5. Quality Time, yakni meluangkan waktu bersama secara berkualitas.

 

Menurut dr. Aisah, setiap anak pada dasarnya sudah memiliki karakter sendiri sejak lahir. Selanjutnya tinggal lingkungan yang memolesnya menjadi lebih baik atau bahkan lebih buruk.

 

Nah, dr. Aisah menganjurkan agar 5 baterai tadi sebaiknya diisi semaksimal mungkin sebelum anak berusia lima tahun. Sering-seringlah menstimulasi anak dengan sentuhan fisik, pujian, hadiah, perbuatan melayani, hingga meluangkan waktu bersama secara berkualitas. Hal-hal ini akan membuat anak bahagia, sehingga mengurangi risiko terjadinya tantrum. Kalau sudah bahagia, anak tak punya alasan buat tantrum, bukan? ;D

 

Lalu bagaimana setelah anak berusia lima tahun? Nah, setelah lima tahun pertama berjibaku mengisi 5 baterai anak secara maksimal, maka akan terlihat baterai mana yang paling berpengaruh pada si anak. Itulah satu baterai yang harus konsisten diisi seumur hidup anak. Hah, seumur hidup? Ya, begitulah, demi mendapatkan hubungan yang harmonis dengan anak seumur hidupnya. Pun bisa mencegah atau mengurangi tantrum  saat dia menginjak dewasa. Tantrum itu bisa terjadi karena kurangnya curahan kasih sayang yang sesuai baterai atau  love language seseorang.

 

Ada banyak kasus yang ditemui dr. Aisah tentang para pecandu narkoba yang merupakan anak sulung di keluarganya. Ternyata anak sulung ini merasa tertekan karena diberi tanggung jawab terlalu besar oleh orang tua untuk menjaga adik-adik, menjadi teladan yang baik, dan sejenisnya. Akibatnya dia mencari pelarian di luar rumah dan bertemu dengan komunitas yang tidak tepat, yakni pecandu narkoba. Komunitas ini memberinya kebebasan menjalani hidup, tak usah melayani orang lain. Anak seperti ini sebenarnya kekurangan baterai kasih sayang act of service. Dia ingin dilayani sebagai anak oleh orang tuanya, bukannya melayani adik melulu. Kasihan juga, ya. ;(

 

Kemudian ada anak yang baterai utamanya adalah quality time. Dia butuh keberadaan orang tua secara riil di sampingnya. Melakukan kegiatan bersama-sama tanpa interupsi. Kalau  orang tua mau menelepon untuk menanyakan kabar sebaiknya dengan video call sehingga anak merasa benar-benar diperhatikan.

 

Selain itu ada juga anak yang membutuhkan baterai words of affirmation, yaitu pujian. Hal ini akan membuat dia merasa dikasihi. Jadi kalau mau menegur anak dengan tipe seperti ini, harus diberi pujian terlebih dahulu. Jangan langsung ditegur secara frontal. Dijamin tak akan didengarkan atau bahkan malah dibenci.

 

Untuk anak laki-laki, dr. Aisah mengingatkan orang tua agar ‘jangan pernah’ menegur di depan orang lain. Hal itu akan melukai hati anak. Pun tidak dianjurkan menasihati anak laki-laki ketika dia sedang lapar, lelah, ataupun mengantuk. Dijamin akan diabaikan atau justru membuat dia marah. Karena kelemahan kaum adam memang demikian. Logikanya tak berjalan baik saat sedang lapar, lelah, atau mengantuk.

 

Obrolan Nikita dan dr. Aisah ini menarik sekali dan bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, lho. Tips-tips yang diberikan sangat berguna dalam membina keluarga dan menjalani kehidupan sosial yang lebih baik. Memang pada akhirnya orang tua harus memahami bahwa pola asuh anak berbeda, tergantung baterainya!


Pola Asuh Berdampak Besar terhadap Mental Health Anak hingga Dewasa

Mau Hidup Tenteram? Coba Praktikkan Stoikisme ala Henry Manampiring



 

Komentar