Isu Verbal Bullying Dikupas secara Apik dalam Film Sampai Nanti, Hanna!

Dok. IMDb

 

Pada bulan Desember 2024 dirilis film drama romantis yang mengangkat isu verbal bullying, judulnya Sampai Nanti, Hanna! Film ini ditulis skripnya oleh Swastika Nohara dan disutradarai oleh Agung Sentausa. Cerita berlatar tahun 1990-an hingga awal tahun 2000, dengan lokasi syuting Bandung, Jakarta, dan Belanda.

 

Para pemeran Sampai Nanti, Hanna! antara lain:

Febby Rastanty sebagai Hanna

Juan Bio One sebagai Gani

Ibrahim Risyad sebagai Arya

Anjani Dina sebagai Saras

Jordan Omar sebagai Raka

Meriam sebagai Mami Hanna

 

Kisah bermula di kota Bandung. Hanna adalah mahasiswi cantik yang tomboy dan cuek. Dia merupakan aktivis yang tergabung dalam majalah kampus Gugat. Hanna bersahabat dengan Gani, fotografer majalah Gugat yang cenderung kalem. Diam-diam Gani menyimpan perasaan terhadap Hanna. Curahan hatinya diutarakan lewat buku harian yang dihiasi foto-foto Hanna dengan segala ekspresi yang diambil Gani secara diam-diam.

 

Demi mengetahui perasaan Hanna, Gani suka bercerita tentang kedekatannya dengan gadis bernama Saras. Hanna yang hatinya mulai tergugah memilih tak menunjukkan perasaannya. Dia bilang ok-ok saja kalau Gani menjalin hubungan serius dengan Saras.

 

Suatu ketika Hanna didekati pemuda berpendidikan tinggi dan berasal dari keluarga terhormat bernama Arya. Meski sebenarnya tak mempunyai perasaan terhadap Arya, Hanna terpaksa menerima pinangan pemuda itu demi bisa segera keluar dari rumah. Hanna tak betah kumpul lebih lama dengan maminya. Mami Hanna sering menyindir-nyindir anaknya ini berpenampilan kucel, kuliah ga lulus-lulus, susah punya pacar, dan ucapan-ucapan menyakitkan lainnya. Hanna sering dibanding-bandingkan dengan dua kakak cewenya yang pandai merawat diri, lulus kuliah tepat waktu, dan mendapat pasangan yang bisa dibanggakan. Percekcokkan kerap terjadi antara ibu dan anak itu.

 

Arya sendiri pintar sekali mengambil hati Mami. Orang tua Arya juga menyukai Hanna. Jadi pernikahan dilangsungkan segera sebelum Arya melanjutkan studi di Belanda. Gani patah hati.

 

Setelah menikah, Hanna langsung diboyong ke Belanda. Tak lama kemudian dia hamil dan melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Raka. Nah, konflik mulai bergulir. Pernikahan Hanna serasa neraka semenjak dia melahirkan. Pada waktu Hanna mengalami baby blues, Arya tak memberi support yang sebagaimana mestinya.

 

Pria itu menuntut Hanna menjadi istri dan ibu yang sempurna. Sarapan sehat harus tersedia tepat waktu, bahan makanan dan minuman harus lengkap di kulkas dan dapur, rumah harus bersih dan rapi, dan sebagainya, sementara Raka yang masih bayi sering merengek tiada henti. Kalau kondisi di rumah tak sesuai dengan standarisasi Arya, istrinya sering dimaki-maki bodohlah, tidak becuslah, dan umpatan-umpatan menyakitkan lainnya. Ketika Hanna tak sengaja menjatuhkan belanjaan di jalan, Arya bukannya membantu mengambilkan, malah memaki-maki istrinya.

 

Hanna stres parah. Hampir saja dia membunuh bayinya waktu menangis tiada henti, untung wanita itu segera sadar dan menghentikannya. Hanna depresi. Sebelum menikah dia sudah sering mendapat verbal bullying dari ibu kandungnya, eh sekarang kok giliran suaminya melakukan hal serupa dan bahkan lebih menyakitkan!

 

Akankah Hanna bertahan dengan pernikahan toxic ini? Lalu bagaimana dengan kehidupan Gani sejak ditinggal Hanna menikah?

 

Film Sampai Nanti, Hanna! menyajikan dengan runtut kisah persahabatan Gani dan Hanna hingga hubungan mereka dengan pasangan masing-masing. Trauma yang dialami Hanna akibat verbal bullying dari maminya ditampilkan dengan natural dan relate dengan kehidupan masyarakat negeri ini. Trauma tersebut membuat Hanna bertahan menghadapi kekerasan verbal dari suami, hingga kemudian suatu hal membuat wanita itu memberontak. Apakah itu?

 

Alur cerita film ini awalnya lamban dan agak membosankan, namun setelah Hanna menikah plot bergerak cepat dan konflik yang ditampilkan seperti ditembakkan berkali-kali sehingga cerita jadi sangat menarik. Film ini rekomendasi banget ditonton para orang tua, terutama pelaku verbal bullying. Betapa perkataan-perkataan yang menyakitkan hati anak bisa  berdampak serius terhadap pilihan-pilihan hidup yang diambil anak tersebut di kemudian hari.



Komentar